
Berkencan Dengan Keuangan Anda
27 Juni 2022
Masih Ragu untuk Tutup Kartu Kredit?
27 Juni 2022Masayarakat Indonesia khususnya kalangan menengah kebawah pasti tidak asing dengan istilah Rentenir. Menurut Wikipedia; Rentenir (bahasa Belanda: rentenier) atau sering juga disebut tengkulak (terutama di pedesaan) adalah orang yang memberi pinjaman uang tidak resmi atau resmi dengan bunga tinggi.
Menurut Heru Nugroho, penulis buku Uang, Rentenir dan Hutang Piutang di Jawa “Pada tahun 1929 terjadi terjadi permasalahan ekonomi. Hal itu mengakibatkan terjadinya kelangkaan uang di daerah pedesaan. Akibatnya frekuensi praktek-praktek rentenir dan bentuk kredit yang lain meningkat, baik itu kredit formal maupun informal. Dalam rangka mengatasi akibat negatif dari praktek rentenir pemerintah Hindia Belandaa mendirikan bank-bank di pedesaan. Walaupun kebijakan ini ditempuh tidak menyurutkan praktek-praktek rentenir. Para rentenir tersebut meliputi orang-orang Cina, Arab, dan India (Chety) dan hanya beberapa dari mereka adalah etnis pribumi.”
Rentenir setelah masa penjajahan tetap bertahan dan bergerak secara Individu, pelakunya saat itu didominasi oleh kaum hawa (Ibu-ibu paling kaya di kampung atau desa). Dalam Praktiknya para Rentenir atau Jasa Peminjam Uang akan mencaritahu apa kebutuhan paling mendesak atau dengan sengaja menciptakan suatu angan-angan agar tercipta sebuah kebutuhan semu. Strategi tersebut cukup jitu membuat calon peminjam merasa membutuhkan dana langsung tunai dari Rentenir.
“Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.” Mungkin Pribahasa tersebut dapat mewakili sepak terjang seorang Rentenir yang pandai membaur dalam kegiatan warga, seperti: Arisan Desa, Pengajian, serta kegiatan yang menghimpun banyak orang menjadi tempat terbaik untuk memasarkan jasa Rentenir. Semua dilakukan sendiri dan tersebar luas dari mulut ke mulut. Bukan sembarang meminjamkan uang, sang Rentenir dengan kedok membantu, memfasilitasi keuangan berubah menjadi lintah darat yang siap meraup keuntungan lebih dengan mematok bunga pinjaman sesuka hatinya. Hingga tak jarang sering terjadi perjodohan secara paksa hanya untuk bisa terbebas dari utang Rentenir.
Perkembangan Bank Keliling
Berkedok Koperasi Simpan Pinjam namun tujuan utamanya sama persis dengan Rentenir yang menawarkan Jasa Peminjam Uang Tunai dengan bunga tinggi. Munculah istilah Bank Keliling karena konsep penyebarannya bukan lagi individu melainkan sudah berupa kelompok yang terorganisir berkeliling dari satu desa ke desa lainnya. Rentenir individu melihat peluang besar itu dan turut berkembang mendirikan Koperasi Simpan Pinjam. Pada akhirnya Bank Keliling lebih unggul hingga dapat mencakup suatu wilayah di kota besar karena memiliki unsur-unsur Koperasi yang menjadi kedok agar nampak lebih resmi dibanding Rentenir Individu.
Bank Keliling bertahan cukup lama dari era Orde Baru hingga era Reformasi. Di kota besar target mereka adalah perantau dari luar daerah yang sudah berkeluarga dan mencoba bertahan hidup. Terlebih, Pendidikan untuk anak adalah kebutuhan yang paling mendasar bagi para perantau yang sedang kesulitan ekonomi, maka dari inilah celah bagi Bank Keliling agar jasanya menjadi pilihan utama.
Era Fintech Merubah Pola Hidup Masyarakat
Berbicara Pinjaman Uang dengan bunga tinggi Bank Keliling harus tersaingi oleh era teknologi yang terus berkembang pesat seiring perubahan jaman. Financial Technology (Keuangan Tekno) bahkan mampu menggeser posisi Bank Resmi yang memiliki fasilitas Kartu Kredit dan KTA. Pinjaman Online atau biasa disebut “Pinjol” yang menawarkan kemudahan pengajuan hanya dalam hitungan menit menjadi kelebihan yang paling menonjol jika dibanding dengan Bank Resmi ataupun Bank Keliling.
Teknik pemasaran yang masif dengan iklan lewat Media Sosial, iklan Youtube hingga iklan pada permainan ponsel efektif membius para pengguna ponsel untuk mengajukan pinjaman. Proses analisa secara instan memberikan efisiensi waktu penggunanya. Bayngkan hanya dalam waktu 1×24 jam pengguna sudah bisa menikmati uang panas dari “Pinjol”.
Pinjol Unjuk Taring
Semua kemudahan itu efektif mengubah pola hidup generasi Millenial (kelahiran 1980 -1995). Fitur “Pay Later”, diskon besar-besaran di restoran, kredit gawai terkini hingga membayar tagihan bulanan yang sepele seperti membayar Token PLN, Pinjol menjadi pilihannya. Namun, dibalik kemudahan yang ditawarkan Pinjol ada sebuah resiko yang jauh lebih berbahaya. Selain bunga pinjaman yang tinggi, tanpa mereka sadari kemudahan tersebut membuat mereka merasa punya uang dan penghasilan mereka yang terbatas tidak cukup untuk melunasi bunga tagihan Pinjol. Hingga pada akhirnya mereka tidak dapat membayar utangnya dan data diri pribadi menjadi buruk (Blacklist BI).
Pinjol adalah sebuah jasa peminjam uang yang memiliki sistem terintegrasi dengan data di Bank Indonesia, maka ini menjadi penyebab utama sulitnya para Millenial untuk memiliki rumah atau melakukan pengajuan modal usaha. Dalam sebuah studi menyatakan bahwa Generasi Millenial tidak akan memiliki kesempatan untuk bisa memiliki rumah (tempat tinggal pribadi). Dan hal ini sudah terjadi di beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Fakta lapangan menunjukkan Tunawisma dengan usia dibawah 30 tahun disinyalir menjadi penyumbang terbesar angka Tunawisma disana.
Membegal Masa Depan Kaum Millenial
Satu hingga dua dekade yang lalu usia produktif masih memiliki kesempatan baik untuk melakukan pengajuan KPR. Karena pada masa itu fasilitas peminjam uang dengan integrasi langsung dengan data yang ada di Bank Indonesia seperti kartu kredit dan KTA memiliki prosedur analisis yang sulit ditembus. Dampak positifnya jumlah data buruk masih sangat sedikit.
Kemunculan beberapa Pinjol Ilegal pada 5 tahun terakhir cukup banyak menambah jumlah data buruk. Hingga banyak Bank Resmi mencoba mengkampanyekan sebuah slogan “Jaga Nama Baik”. Harapannya agar lebih banyak anak muda bisa lebih bijak mengelola keuangannya.
Secara singkat dapat dikatakan kemudahan yang ditawarkan Pinjol memiliki dampak jangka panjang yang sangat beresiko. Mengembalikan fundamental ekonomi dalam satu generasi tidaklah mudah, sudah saatnya pemerintah memberi perhatian lebih terutama dalam menciptakan kebijakan-kebijakan yang melindungi aset masa depan bangsa khususnya untuk mengawasi jasa Pinjol. Dalam segi beriklan, penetapan usia yang lebih relevan, pengawasan terhadap agen penagihan Pinjol yang tidak etis, seharusnya pemerintah mampu melakukan pengetatan aturan jasa keuangan. Kemudian sosialisasi tentang perbedaan kalimat “Diawasi oleh OJK” dan “Terdaftar dalam OJK” yang selalu menjadi daya jual Pinjol.